Senin, 23 September 2013

Farmasetika Dasar

Farmasetika Dasar

Definisi Farmasi
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur, meracik, memformulasi, mengidentifikasi, mengkombinasi, menganalisis, serta menstandarkan obat dan pengobatan juga sifat-sifat obat beserta pendistribusian dan penggunaannya secara aman. Farmasi dalam bahasa Yunani ( Greek) disebut farmakon yang berarti medika atau obat.
Definisi Apoteker
Apoteker adalah seorang yang ahli dalam bidang farmasi seperti yang disebut pada definisi di atas.
Karir Farmasi  meliputi  :
  1. Farmasi komunitas
  2. Farmasi rumah sakit
  3. Pedagang besar farmasi (PBF)
  4.  Farmasi Industri
5. Pelayanan Farmasi di Pemerintahan
6. Pendidikan Farmasi
Farmasi Managemen
Kurikulum Pendidikan Farmasi
Kurikulum pendidikan farmasi didasari oleh ilmu-ilmu :
  1. Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari sejarah, khasiat obat di segala segi termasuk sumber/asal-ususlnya, sifat kimia, sifat fisika, kegiatan fisiologis/ efeknya terhadap fungsi biokimia dan faal, cara kerja, absorpsi, nasib ( distribusi, biotransformasi), eksresinya dalam tubuh, sejak efek toksiknya; dan penggunaannya dalam pengobatan.
Cabang-cabang farmakolgi, yaitu :
(a)        Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajari tentang sumber bahan obat dari alam, terutama dari tumbuh-tumbuhan ( bentuk makroskopis dan mikroskopis berbagai tumbuhan serta organisme lainnya yang dapat digunakan dalam pengobatan).
(b)        Farmakodinamik adalah ilmu yang mempelajari kegiatan obat/cara kerja obat, efek obat terhadap fungsi berbagai organ serta pengaruh obat terhadap reaksi biokimia dan struktur organ. Singkatnya, pengaruh obat terhadap sel hidup atau organisme hidup, terutama reaksi fisiologis yang ditimbulkannya.
(c) Farmakokinetik adalah ilmu yang mempelajari tentang absorpsi, distribusi, metabolisme (biotransformasi), dan eksresi obat (ADME). Singkatnya, pengaruh tubuh terhadap obat.
(d) Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari zat-zat racun dengan khasiatnya serta cara-cara untuk mengenal/mengidentifikasi dan melawan efeknya.
2. Kimia farmasi (organik dan anorganik) adalah llmu yang mempelajari tentang analisis kuantitatif dan kualitatif senyawa-senyawa kimia, baik dari golongan organik ( alifatik, aromatik, alisiklik, heterosiklik) maupun anorganik yang berhubungan dengan khasiat dan penggunaannya sebagai obat.
3. Farmasi/farmasetika adalah ilmu yang mempelajari tentang cara penyediaan ob at meliputi pengumpulan, pengenalan, pengawetan,   bentuk tertentu hingga siap digunakan sebagai obat; serta  perkembangan obat yang meliputi ilmu dan teknologi pembutan obat dalam bentuk sediaan yang dapat digunakan dan diberikan kepada pasien.
4. Teknologi farmasi merupakan ilmu yang membahas tentang teknik dan prosedur pembuatan sediaan farmasi dalam skala industri farmasi termasuk prinsip kerja serta perawatan /pemeliharaan alat-alat produksi dan penunjangnya sesuai ketentuan Cara Pembuatan Obat yang Baik ( CPOB).
5. Dispensa farmasi adalah ilmu dan seni meracik obat menjadi bentuk sediaan tertentu hingga siap digunakan sebagai obat .
6. Fisika farmasi adalah ilmu yang mempelajari tentang analisis kualitatif serta kuantitatif senyawa organik dan anorganik yang berhubungan dengan sifat fisikanya, misalnya spektrometri massa, spektrofotometri, dan kromatografi.
Jenis-jenis spektrometri yang tercantum dalam Farmakope Indonesia, yaitu spektrofotometri inframerah, spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak, speltrofotometri atom, spektrofotometri fluoresensi, spektrofotometri cahaya bias, spektrofotometri turbidimetri, serta spektrofotometri nefelometri; sedangkan jenis-jenis kromatografi kolom, kromatografi  gas, kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi cair kinerja tinggi (High performance liquid chromatography , HPLC).
7. Biofarmasi adalah ilmu yang mempelajari pengaruh formulasi terhadap aktivitas terapi dan produk obat.
8. Farmasi klinik meliputi kegiatan memonitor penggunaan obat, memonitor efek samping obat (MESO), dan kegiatan konseling/informasi obat bagi yang membutuhkannya.
9. Biologi farmasi adalah ilmu yang mempelajari tentang dasar-dasar kehidupan organisme; peranan biologi dalam bidang kesehatan, baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan pengaruh kehidupan manusia; serta morfologi, anatomi, dan taksonomi tumbuhan dan hewan yang berhubungan dengan dunia kefarmasian.
10. Administrasi farmasi, manajemen farmasi, dan pemasaran adalah ilmu yang mempelajari tentang administrasi, manajemen, dan pemasaran yang berhubungan dengan kewirausahaan farmasi beserta aspek-aspek kewirausahaannya.
Peranan Apoteker
Pada Farmasi Komunitas Orang yang dipandang banyak mengetahui tentang obat adalah apoteker. Hal ini disebabkan :
1. Apoteker memiliki tanggung jawab terhadap obat yang tertulis di dalam resep. Apoteker merupakan konsultan obat bagi dokter maupun pasien yang memerlukannya. Apoteker harus mampu menjelaskan tentang obat yang berguna bagi pasien karena dia mengetahui tentang :
(a)    Cara menggunakan dan meminu obat;
(b)    Efek samping yang timbul jika obat dipakai;
(c)    Stabilitas obat dalam berbagai kondisi;
(d)   Toksisitas dan dosis obat yang digunakan;
(e)    Rute penggunaan obat;
(f)    Eksitensinya sebagai seseorang ahli dalam obat.
2. Apoteker memiliki tanggung jawab yang penting terhadap penjualan obat bebas pada pasien.
 Pada Industri Farmasi
Peran apoteker di Industri Farmasi antara lain
  1. Menjadi anggota penelitian dan pengembangan ( Litbang atau R & D ( Reseach and Development);
  2. Bertugas di bagian produksi farmasi;
  3. Bertugas di bidang informasi ilmiah dan masalah perundangundangan farmasi
  4. Bertugas di bidang promosi, informasi, dan pelayanan obat;
  5. Bertugas di bidang penjualan (sales) dan pemasaran ( marketing) obat.
  6.  
Pada Pemerintahan dan TNI/POLRI
Peran apoteker di Pemerintahan dan TNI/POLRI
  1. Bertugas di bidang administrasi pelayanan obat pada instansi pemerintah/Angkatan Bersenjata/TNI/POLRI;
  2. Bertugas di bidang korps ilmu Biomedis Angkatan Udara;
3. Bertugas di Departemen Kesehatan (Depkes), Direktorat Jenderal Pelayanan Farmasi ( Ditjen Yanfar), Badan/Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atau rumah sakit;
4. Bertugas di Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sebagai dosen bidang farmasi.
PENGELOLAAN APOTEK DAN RESEP DI APOTEK
Pengelolaan Apotek
Definisi
Apotek adalah suatu tempat tertentu untuk melakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat (PP.25/1980).
Tugas dan Fungsi Apotek
Apotek memilki tugas dan fungsi sebagai  :
  1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan;
  2. Sarana farmasi untuk emlaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat;
3. Sarana penyaluran perbekalan farmasi dalam menyebarkan obat-obatan yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata.
Pengelolaan Apotek
Pengelolaan apotek adalah segala upaya dan kegiatan yang dilakukan oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) dalam rangka tugas dan fungsi apotek meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian.
Sesuai dengan PERMENKES RI No. 26/Per.Menkes/Per/I/1981, Pengeloaan apotek meliputi :
  1. Bidang pelayanan kefarmasian
  2. Bidang material
  3. Bidang administrasi dan keuangan
  4. Bidang ketenagakerjaan
  5. Bidang lain yang berkaitan dengan tugas dan fungsi apotek.
Pengelolan apotek di bidang pelayanan meliputi :
  1. Pembuatan,pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat.
  2. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan kesehatan di bidang farmasi lainnya.
Perbekalan farmasi yang disalurkan oleh apotek meliputi obat, bahan obat, obat asli Indonesia, bahan obat asli Indonesia, alat kesehatan, kosmetik, dan sebagainya.
3. Informasi mengenai perbekalan kesehatan di bidang farmasi meliputi :
(a) Pengelolaan informasi  tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan kepada dokter  dan tenaga kesehatan lain maupun kepada masyarakat.
(b) Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan atau mutu obat serta perbekalan farmasi lainnya.
Pengelolaan apotek di bidang material meliputi :
1. Penyediaan, penyimpanan, dan penyerahan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin.
2. Penyediaan, penyimpanan, pemakaian barang nonperbekalan farmasi misalnya rak-rak obat, lemari, meja, kursi pengunjung apotek, mesin register , dan sebagainya.
Pengelolaan di bidang administrasi dan  keuangan meliputi pengelolaan serta pencatatan uang dan barang secara tertib, teratur, dan berorientasi bisnis.
Tertib dalam arti disiplin, menaati peraturan
Pemerintahtermasuk undang-undang farmasi.
Teratur dalam arti arus masuk dan keluarnya uang maupun barang dicatat dalam pembukuan sesuai manajemen akuntansi maupun manajemen keuangan.
Berorientasi bisnis artinya tidak lepas dari usaha dagang yang mau tak mau kita harus mendapatkan untung dalam batas-batas aturan yang berlaku  dan supaya apotek bisa berkembang.
Pelayanan Apotek
  1. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan.
  2. Pelayanan resep sepenuhnya tanggung jawab APA (Apoteker Pengelola Apotek) serta sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi kepentingan masyarakat.
  3. Apoteker tidak boleh mengganti obat generik yang tertulis dalam resep dengan obat paten.
  4. Pengeloaan apotek di bidang ketenagakerjaan meliputi pembinaan, pengawasan, pemberian insentif maupun pemberian sanksi terhadap karyawan apotek agar timbul kegairahan, ketenangan kerja, dan kepastian masa depannya.
  5. Pengelolaan apotek di bidang lainnya berkaitan dengan tugas dan fungsi apotek meliputi pengelolaan dan penataan bangunan ruang tunggu, ruang peracikan, ruang penyimpanan, ruang penyerahan obat, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, tempat pencucian alat, toilet dan sebagainya
4. Pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep , apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk memilihkan obat yang lebih tepat dan terjangkau. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat secara aman, tepat, rasional, atau atas permintaan  masyarakat. Jika dalam resep itu tertulis
   Resep p.p = pro paupere maksudnya adalah resep untuk orang miskin.
5. Apotek dilarang menyalurkan barang dan atau menjual jasa yang tidak ada hubungannya dengan fungsi pelayanan kesehatan.
6. Yang berhak melayani resep adalah apoteker dan asisten apoteker di bawah pengawasan apotekernya.
7. Apotek dibuka setiap hari dari pukul 8.00 – 22.00
8. Apotek dapat tutup pada hari-hari libur resmi atau libur keagamaan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Wilayah ( Kakanwil) Depkes setempat, atau Kepala Dinas Kesehatan ( Kadinkes) setempat, atau pejabat lain yang berwenang.
Pengadaan dan Penyimpanan Obat
Pengadaan dan penyimpanan obat di apotek harus memenuhi ketentuan-ketentuan berikut :
1. Obat-obat dan perbekalan farmasi yang diperoleh apotekharus bersumber dari pabrik farmasi, pedagang besar farmasi ( PBF), apotek lain, atau alat distribusi lain yang sah.
Obat tersebut harus memenuhi daftar obat wajib apotek (DOWA). Surat pesanan obat dan perbekalan farmasi lainnya harus ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama dan nomor SIK ( Surat Izin Kerja) . Bila berhalangan , APA dapat diwakili oleh apoteker pendamping atau apoteker pengganti.
2. Obat dan bahan obat harus disimpan dalam wadah yang cocok  serta memenuhi ketentuan pembungkusan dan penandaan yang sesuai dengan Farmakope edisi terbaru atau yang telah ditetapkan oleh Badan POM.
3. Penerimaan, penyimpanan, serta penyaluran obat dan perbekalan kesehatan di bidang farmasi harus diatur dengan administrasi.
Pemusnahan Obat
Pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan di bidang farmasi karena rusak,
Dilarang, atau kadaluarsa dilakukan dengan cara dibakar, ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Badan POM.
Pemusnahan tersebut harus dilaporkan oleh APA secara tertulis kepada Sub Dinkes /Dinkes setempat dengan mencantumkan  ;
  1. Nama dan alamat apotek,
  2. Nama APA,
  3. Perincian obat dan perbekalan kesehatan di bidang farmasi yang akan dimusnahkan,
  4. Cara pemusnahan.
Penulisan dan Pelayanan Resep di Apotek
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter kepada APA untuk menyiapkan dan atau membuat , meracik serta menyerahkan obat kepada pasien.
Yang berhak menulis resep adalah dokter, dokter gigi, dan dokter hewan.
Resep harus ditulis dengan jelas dan lengkap seperti terlihat pada gambar 2.1.
Jika resep tidak jelas atau tidak lengkap, apoteker harus menanyakannya kepada dokter penulis resep tersebut.
Resep yang lengkap memuat hal-hal sebagai berikut :
  1. nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi, atau dokter hewan;
  2. Tanggal penulisan resep (inscriptio);
3. Tanda R/ pada bagian kiiri setiap penulisan resep (invocatio);
4. Nama setiap obat dan komposisinya (praescriptio/ordonatio);
5. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura);
6. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan peraturan perundang-undangan   yang berlaku (subscriptio);
7. Jenis hewan serta nama dan alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan;
8. Tanda seru dan atau paraf dokter untuk resep yang melebihi dosis maksimalnya.
 
Pada resep yang mengandung narkotika tidak boleh tercantum
Tulisan atau tanda iter ( iterasi = dapat diulang ), m.i ( mihi ipsi = untuk dipakai sendiri ) atau u.c. (usus cognitus = pemakaian diketahui). Untuk resep yang memerlukan penanganan segera, dokter dapat memberi tanda di bagian kanan atas resepnya dengan kata-kata :
n  Cito  ( segera), statim ( penting ), urgent ( sangat penting), atau P.I.M ( periculum in mora) = berbahaya bila ditunda ).
n  Bila dokter menghendaki, resep tersebut tidak boleh diulang tanpa sepengetahuannya. Oleh karena itu, pada resep tersebut dapat ditulis singkatan n.i (ne iteratur = tidak dapat diulang).
n  Resep yang tidak dapat diulang adalah resep yang mengandung narkotika, psikotropika dan obat keras yang ditetapkan oleh pemerintah/Menteri Kesehatan RI.
Cara Menyusun Penulisan Obat dalam Resep
n  Penulisan obat di dalam resep disusun berdasarkan urutan berikut :
  1. Obat pokoknya ditulis dulu , yang disebut remedium cardinale ( basis).
  2. Remedium adjuvantia/ajuvans, yaitu bahan atau obat yang menunjang kerja bahan obat utama.
  3. Corrigens, yaitu bahan atau obat tambahan untuk memperbaiki  warna, rasa dan bau obat utama.
  4. Corrigens dapat berupa :
(a) Corrigens actionis , yaitu obat yang memperbaiki atau menambah efek obat utama. Misalnya pulvis doveri yang terdiri atas kalium sulfat, ipecacuanhae radix, pulvis opii. Pulvis opii sebagai zat khasiat utama menyebabkan orang sukar buang air besar, sedangkan kalium sulfat bekerja sebagai pencahar sekaligus memperbaiki kerja pulvis opii tersebut.
( b) Corrigens saporis( memperbaiki rasa).
      Contohnya, sirop Aurantiorum, tingtus cinamomi, aqua menthae piperitae.
(c) Corrigens odoris (memperbaiki bau). Contohnya, oleum rosarum, oleum bergamottae, dan oleum cinamomi.
(d) Corrigens coloris, ( memperbaiki warna). Contohnya, tingtur croci ( kuning), karamel (coklat), dan karminum (merah).
(e) Corrigens solubilis, untuk memperbaiki kelarutan obat utma. Misalnya I2  tidak larut dalam air , tetapi dengan penambahan KI menjadi mudah larut.
4. Constituens /vehiculum /exipiens, yaitu bahan tambahan yang dipakai sebagai bahan pengisi dan pemberi bentuk untuk memperbesar volume obat. Misalnya , laktosa pada serbuk serta amilum dan talk pada bedak tabur.
R/  Aspirin tab No. I
     CTM     tab. No. ½
     lactosum      q.s
     m.f. Pulv dtd. No. XII
Aspirin digunakan sebagai analgetika (pereda sakit) dan antipiretik ( penurun panas). CTM (chlor tri meton) sebagai anti alergi. Laktosum sebagai pengisi untk menambah volume.
n  Aturan pakai dalam resep sering ditulis berupa singkatan bahasa Latin seperti berikut :
(a)    Tentang waktu :
      * Omni hora cochlear (o.h.c ) = tiap jam satu sendok makan.
     * omni bihora cochlear (o.b.h.c) = tiap 2 jam satu sendok makan.
n  Post coenam = (p.c) = sesudah makan
n  Ante coenam (a.c) = sebelum makan
n  Mane ( m) = pagi-pagi
n  Ante meridiem ( a.merid) = sebelum tengah hari.
n  Mane et vespere ( m.e.v ) = pagi dan sore
n  Nocte (noct.) = malam
(b) Tentang tempat yang sakit :
     * pone aurem (pon.aur) = di belakang
       telinga
     * ad nucham (ad nuch.) = di tengkuk.
(c) Tentang pemberian obat :
     * in manum medici (i.m.m.) = diserahkan
       dokter
     * detur sub sgillo ( det.sub.sig) = berikan dalam
       segel
n  Da in duplo (d.i.dupl) = berikan dua kalinya.
n  Reperatur  (iteratur, reptur ) = diulang tiga kali.
Kopi Resep( Apograph, Exemplum, atau Afschrift)
Selain memuat semua keterangan yang termuat dalam resep asli, kopi resep harus memuat pula :
  1. Nama dan alamat apotek
  2. Nama dan nomor SIK APA
  3. Tanda tangan atau paraf APA
  4. Tanda det (detur) untuk obat yang sudah diserahkan, artau tanda nedet ( ne detur) untuk obat yang belum diserahkan;
  5. Nomor resep dan tanggal pembuatan
Kopi resep atau resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep , penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan, ataupetugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku. Contoh kopi resep dapat dilihat pada gambar 2.2.
Pengelolaan Resep yang Telah Dikerjakan
Ada empat hal yang harus dilakukan setelah resep selesai dikerjakan, yaitu :
  1. Resep yang telah dibuat serta disimpan menurut urutan tanggal dan nomor penerimaan/pembuatan resep.
  2. Resep yang mengandung narkotikaharus dipisahkan dari resep lainnya dan diberi tanda garis merah di bawah nama obatnya.
  3. Resep yang telah disimpan lebih dari tiga tahun dapat dimusnahkan dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang memadai.
4. Pemusnahan resep dilakukan oleh APA bersama sekurang-kurangnya seorang petugas apotek.
Penyerahan Obat
Penyerahan obat dan perbekalan kesehatan di bidang farmasi meliputi :
  1. Penyerahan obat bebas dan obat bebas terbatas yang dibuat oleh apotek itu sendiri tanpa resep harus disertai nota penjualan yang dilengkapi dengan etiket warna putih untuk obat dalam dan etiket biru untuk obat luar yang memuat :
(a)    Nama dan alamat apotek
(b)   Nama dan nomor SIK APA
(c) Nama dan jumlah obat
(d) Aturan pemakaian
(e) Tanda lain yang diperlkan, misalnya obat gosok , obatkumur, obat batuk, dan kocok dahulu.
2. Obat yang berdasarkan resep juga harus dilengkapi etiket warna putih untuk obat dalam dan etiket warna biru untuk obat luar yang mencantumkan :
(a)    Nama dan alamat apotek;
(b)   Nama dan nomor SIK APA;
(c)    Nomor dan tanggal pembuatan obat;
(d)   Nama pasien;
(e)    Tanda lain yang diperlukan, misalnya kocok dahulu dan tidak boleh diulang tanpa resep baru dari dokter.
(f)    Obat dalam ialah obat yang digunakan melalui mulut ( oral)  , masuk ke kerongkongan, kemudian ke perut, sedangkan obat luar adalah obat yang digunakan dengan cara lain, yaitu melalui mata, hidung, telinga, vagina, rektum, termasuk pula obat parenteral dan obat kumur. Etiket putih seperti pada Gambar
(g)   2.3, sedangkan etiket biru seperti pada gambar 2.4.
PRINSIP-PRINSIP DALAM  FARMAKOLOGI
n  Ilmu farmakologi adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan obat dalam segala seginya termasuk sumber, sifat kimia/fisika, kegiatan fisiologis, ADME (Absorpsi, Distribusi, Metabolisme dan Eliminasi), serta penggunaannya dalam pengobatan.
n  Prinsip farmakologi secara kimia satu atau lebih isi sel agar menghasilkan respon farmakologis.
Aksi Obat
n  Obat menimbulkan beberapa efek dengan beberapa cara, yaitu :
(a)    Mengadakan stimulasi atau depresi fungsi spesifik sel;
(b)   Mempengaruhi atau menghambat aktivitas seluler sel-sel asing (bukan sel dari organ tubuh) terhadap sel-sel tuan rumah (host), seperti sel bakteri dan mikroba lain termasuk sel kanker;
(c) Sebagai terapi pengganti , contohnya pemberian hormon untuk mencapai dosis fisiologis agar diperoleh suatu efek atau pemberian KCl sebagai pengganti ion K+
   yang hilang akibat diuresis; dan
(d) Menimbulkan aksi nonspesifik, seperti reaksi kulit terhadap obat yang menimbulkan iritasi.
Aksi obat dapat digambarkan dengan mekanisme
-          Proksimat ( terdekat) pada tingkat fisiologis
   atau
- Ultimat (terakhir pada tingkat kimia hayati.
n  Penggambaran aksi proksimat suatu obat sesungguhnya jua menggambarkan efek obat tersebut. Mekanisme proksimat dapat menjawab apakah obat itu mengadakan stimulasi atau depresi.
n  Mekanisme ultimat suatu obat dapat digambarkan dengan adanya aksi antara molekul obat dan molekul sel, serta dibedakan apakah obat itu bereaksi spesifik atau nonspesifik.
n  Obat yang memilki aksi spesifik tergantungpada reaksi yang terjadi antara obat yang merupakan suatu reaktan dengan komponen molekul sel  yang merupakan reaktan lain. Komponen molekul sel yang terlibat langsung di dalam aksi obat disebut reseptor.
n  Obat yang memilki aksi nonspesifik akan mengubah lingkungan fisika dan kimia struktur tubuh. Contohnya, obat anestesi dapat mengubah struktur air di dalam otak yang selanjutnya menaikkan resistensi terhadap listrik. Contoh lain, aksi obat diuretik osmotik.
Aksi spesifik obat dapat dibedakan menjadi  :
n  Agonis dan
n  Antagonis.
            Obat yang dapat bergabung dengan reseptor dan dapat mulai memunculkan aksi obatnya disebut agonis.  Hal ini karena agonis merupakan obat yan g memiliki afinitaskimia terhadap suatu reseptor dan membentuk kompleks, kompleks tersebut akan mengubah fungsi sel atau menimbulkan efek.
Agonis  + Reseptorà  kompleks yang 
                                  meghasilan perubahan fungsi
n  Ada juga obat yang bergabung dengan reseptor tetapi gagal untuk memulai aksi obat. Obat yang memblokir letak reseptorterhadap agonis endogendari alam dapat bekerja sebagai antagonis ( yang berlawanan). Antagonis obat dapat disebabkan oleh bermacam-macam mekanisme , tetapi secara umum dapat digolongkan berdasarkan bergabungnya antagonis dengan reseptor yang sama seperti pada agonis atau dengan reseptor yang lain.
n  Peristiwa bergabungnya agonis atau antagonis dengan reseptor disebut antagonis farmakologis, dan bila reseptornya berlainan disebut antagonis fisiologis atau antagonis fungsional.
PROSES YANG DIALAMI OBAT SEBELUM TIBA DI TEMPAT AKSI
n  Sebelum tiba di tempat akasi atau jaringan, obat mengalami proses dalam 3 fase, yaitu :
-          Fase biofarmasetik/farmasetik
-          Fase farmakokinetik, dan
-          Fase farmakodinamik.
            Perjalanan obat dalam tubuh dapat digambarka dengan skema gambar 4.1.
n  Efek obat akan hilang jika obat telah bergerak ke luar dari tubuh atau tempat aksinya, baik dalam bentuk ybng tidak berubah maupun sebagai metabolit yang di keluarkan melalui proses ekskresi.
n  Perlu diketahui cara tubuh menangani obat melalui proses : absorpsi, distribusi, metablisme dan ekskresi (ADME), untuk menentukan dosis, rute, dan bentuk sediaan obat agar diperoleh efek terafi yang diinginkan dengan efek toksik yang minimal.
Fase Biofarmasetik
n  Fase ini meliputi waktu awal penggunaan obat melalui mulut hingga pelepasan zat aktifnya ke dalam cairan tubuh, yaitu kesiapan obat untuk diabsorpsi.
n  Fase biofarmasetik atau farmasetik meliputi ilmu dan teknologi pembuatan obat dalam bentuk sediaan yang dapat digunakan dan diberikan kepada pasien,
n  Sedangkan biofarmasetik adalah ilmu yang menggambarkan formulasi obat agar menghasilkan respons biologis yang optimal.
n  Tujuan formulasi bentuk sediaan adalah agar obat dapat dibuat , disimpan, dan diedarkan tanpa terjadi perubahan sifat biologis sehingga menghasilkan respon biologis yang optimal.
n  untuk itu, perlu diperhatikan sifat kimia dan fisika obat; sifat fisika kimia bentuk sediaan; parameter farmakokinetik (ADME); sert efek biologis, farmakologis dan klinis obat.
Fase Farmakokinetik
n  Fase ini meliputi waktu selama obat diangkut ke organ yang ditentukan, setelah obat dilepaskan dari bentuk sediaan, kemudian diabsorpsi ke dalam darah dan segera didistribusikan ke masing-masing jaringan di dalam tubuh.
n  Di dalam darah , obat akan diikat oleh protein plasma darah dan reaksi ini bersifat reversibel.
Hanya molekul bebas yang mampu menembus membran sel untuk masuk ke dalam sel-sel hati tempat terjadinya biotransformasi atau metabolisme, sedangkan molekul bebas lainnya memasuki jaringan berbagai organ dan mempengaruhi fungsi faal atau fungsi biokimia sehingga terjadi efek obat.
n  Sebagian lagi memasuki ginjal dan kadang-kdang langsung diekskresi. Obat umumnya baru diekskresi setelah mengalami biotransformasi.
n  Jutaan molekul obat yang telah diabsorpsi mengalami berbagai macam proses secara simultan. Proses absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi (ADME) biasanya terjadi pada waktu yang bersamaan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
n  Proses ini biasanya meliputi perjalanan obat melintasi membran sel. Sebelum mencapai konsentrasi efektif  pada tempat aksi, obat harus melakukan penetrasi terhadap beberapa sawar (barrier) yang terdiri atas membran unit atau membran plasma yang terbentuk dari lapisan fosfolipid bimolekuler. Umumnya molekul obat yang bersifat nonpolar lebih mudah melintasi membran daripada molekul obat polar karena membran ini terdiri dari lemak.
Fase Farmakodinamik
n  Merupakan suatu proses terjadinya interaksi antara obat dan tempat aksinyadalam sistem biologis. Potensi struktur khusus obat berhubungan dengan interaksi yang terjadi terhadap struktur khusus tempat aksi aksi obat itu.
   Apabila struktur tempat aksinya telah diketahui, interaksi obat dengan tempat aksinya dapat terjadi.
n  Ada dua jenis persaingan (kompetisi), yaitu kompetisi  untuk reseptor spesifik dan untuk enzim. Selain itu, ada tiga makromolekul biologis yang merupakan reseptor yaitu protein enzim, protein struktural, dan asam nuleat.
FARMAKOPE DAN NAMA OBAT
n  Umum
            Farmakope adalah buku resmi yang ditetapkan secara hukum yang memuat standardisasi obat-obat dan persyaratan identitas, kadar kemurnian, serta metode analisis dan resep sediaan farmasi.
            Farmakope Indonesia pertama kali dikeluarkan pada tahun 1962 ( jilid 1) dan disusul dengan jilid II pada tahun 1965 yang memuat bahan-bahan galenik dan resep.
n  Farmakope Indonesia jilid I dan II direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang berlaku sejak 12 November 1972.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
n  Sebagai pelengkap Farmakope Indonesia, telah diterbitkan pula sebuah buku persyaratan mutu resmi yang mencakup zat, b ahan obat, dan sediaan farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, tetapi tidak dimuat di Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope Indonesia 1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku persyaratan mutu obat resmi di samping Farmakope Indonesia.
n  Farmakope Indonesia jilid I dan II direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang berlaku sejak 12 November 1972.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
n  Sebagai pelengkap Farmakope Indonesia, telah diterbitkan pula sebuah buku persyaratan mutu resmi yang mencakup zat, b ahan obat, dan sediaan farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, tetapi tidak dimuat di Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope Indonesia 1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku persyaratan mutu obat resmi di samping Farmakope Indonesia.
n  i samping kedua jenis buku tersebut, pada tahun 1996 telah diterbitkan pula buku Formularium Indonesia yang memuat komposisi ratusan sediaan farmasi yang lazim diminta di apotek. Buku ini juga mengalami revisi dan pada tahun 1978 diberi nama Formularium Nasional (Fornas).
n  Setiap negara pada umumnya memiliki Farmakope yang sesuai dengan alam atau iklim dan IPTEK masing-masing negara tersebut. World Health Organization (WHO) juga telah menerbitkan dua jilid buku Farmakope Internasional (1965). Begitu juga masyarakat Eropa dan Ekonomi Eropa (EEC) telah mengeluarkan tiga jilid Farmakope Eropa yang berlaku untuk negara-negara Eropa Barat di samping Farmakope Nasional masing-masing negara.
n  Tata Nama
Judul monografi memuat nama Latin dan nama Indonesia sFarmakope Indonesia jilid I dan II direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang berlaku sejak 12 November 1972.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
n  Sebagai pelengkap Farmakope Indonesia, telah diterbitkan pula sebuah buku persyaratan mutu resmi yang mencakup zat, b ahan obat, dan sediaan farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, tetapi tidak dimuat di Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope Indonesia 1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku persyaratan mutu obat resmi di samping Farmakope Indonesia.
n  i samping kedua jenis buku tersebut, pada tahun 1996 telah diterbitkan pula buku Formularium Indonesia yang memuat komposisi ratusan sediaan farmasi yang lazim diminta di apotek. Buku ini juga mengalami revisi dan pada tahun 1978 diberi nama Formularium Nasional (Fornas).
n  Setiap negara pada umumnya memiliki Farmakope yang sesuai dengan alam atau iklim dan IPTEK masing-masing negara tersebut. World Health Organization (WHO) juga telah menerbitkan dua jilid buku Farmakope Internasional (1965). Begitu juga masyarakat Eropa dan Ekonomi Eropa (EEC) telah mengeluarkan tiga jilid Farmakope Eropa yang berlaku untuk negara-negara Eropa Barat di samping Farmakope Nasional masing-masing negara.
n  ecara berurutan, seperti yang terlihat pada Tabel 5.1. Monografi disertai nama lazim untuk zat yang telah dikenal nama lazimnya, sedangkan zat kimia organik yang rumus bangunnya dicantumkan umumnya disertai nama rasional. Farmakope Indonesia juga telah menyesuaikan nama-nama resmi dengan nama generiknya karena nama kimia yang semula digunakan sering kali terlalu panjang dan tidak praktis.
n  Ketentuan Umum FI ed. IV
n  Judul
            FI tanpa keterangan lain yang dimaksud adalah FI IV dan Tata Nama
Judul monografi memuat nama Latin dan nama Indonesia sFarmakope Indonesia jilid I dan II direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang berlaku sejak 12 November 1972.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
n  Sebagai pelengkap Farmakope Indonesia, telah diterbitkan pula sebuah buku persyaratan mutu resmi yang mencakup zat, b ahan obat, dan sediaan farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, tetapi tidak dimuat di Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope Indonesia 1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku persyaratan mutu obat resmi di samping Farmakope Indonesia.
n  i samping kedua jenis buku tersebut, pada tahun 1996 telah diterbitkan pula buku Formularium Indonesia yang memuat komposisi ratusan sediaan farmasi yang lazim diminta di apotek. Buku ini juga mengalami revisi dan pada tahun 1978 diberi nama Formularium Nasional (Fornas).
n  Setiap negara pada umumnya memiliki Farmakope yang sesuai dengan alam atau iklim dan IPTEK masing-masing negara tersebut. World Health Organization (WHO) juga telah menerbitkan dua jilid buku Farmakope Internasional (1965). Begitu juga masyarakat Eropa dan Ekonomi Eropa (EEC) telah mengeluarkan tiga jilid Farmakope Eropa yang berlaku untuk negara-negara Eropa Barat di samping Farmakope Nasional masing-masing negara.
n  ecara berurutan, seperti yang terlihat pada Tabel 5.1. Monografi disertai nama lazim untuk zat yang telah dikenal nama lazimnya, sedangkan zat kimia organik yang rumus bangunnya dicantumkan umumnya disertai nama rasional. Farmakope Indonesia juga telah menyesuaikan nama-nama resmi dengan nama generiknya karena nama kimia yang semula digunakan sering kali terlalu panjang dan tidak praktis.
n  semua suplemennya
n  Bahan dan Artikel Resmi
            Bahan resmi adalah bahan aktif obat, bahan farmasi, atau komponen alat kesehatan jadi yang judul monografinya tidak mencakup indikasi sifat-sifat bentuk jadi tersebut.
                        Sediaan resmi adalah sediaan obat jadi atau alat kesehatan jadi, sediaan jadi atau setengah jadi (misalnya, padatan steril yang harus dibuat menjadi larutan jika hendak digunakan), atau produk dari satu atau lebih bahan resmi atau produk yang diformulasikan untuk digunakan pada atau untuk pasien. Artikel adalah bahan resmi dan sediaan resmi.
           
Semua peryataan persentase etanol ̶ seperti di bawah subjudul kadar etanol ̶ diartikan persentase volume per Ketentuan Umum FI ed. IV
n  Judul
            FI tanpa keterangan lain yang dimaksud adalah FI IV dan Tata Nama
Judul monografi memuat nama Latin dan nama Indonesia sFarmakope Indonesia jilid I dan II direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang berlaku sejak 12 November 1972.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
n  Sebagai pelengkap Farmakope Indonesia, telah diterbitkan pula sebuah buku persyaratan mutu resmi yang mencakup zat, b ahan obat, dan sediaan farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, tetapi tidak dimuat di Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope Indonesia 1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku persyaratan mutu obat resmi di samping Farmakope Indonesia.
n  i samping kedua jenis buku tersebut, pada tahun 1996 telah diterbitkan pula buku Formularium Indonesia yang memuat komposisi ratusan sediaan farmasi yang lazim diminta di apotek. Buku ini juga mengalami revisi dan pada tahun 1978 diberi nama Formularium Nasional (Fornas).
n  Setiap negara pada umumnya memiliki Farmakope yang sesuai dengan alam atau iklim dan IPTEK masing-masing negara tersebut. World Health Organization (WHO) juga telah menerbitkan dua jilid buku Farmakope Internasional (1965). Begitu juga masyarakat Eropa dan Ekonomi Eropa (EEC) telah mengeluarkan tiga jilid Farmakope Eropa yang berlaku untuk negara-negara Eropa Barat di samping Farmakope Nasional masing-masing negara.
n  ecara berurutan, seperti yang terlihat pada Tabel 5.1. Monografi disertai nama lazim untuk zat yang telah dikenal nama lazimnya, sedangkan zat kimia organik yang rumus bangunnya dicantumkan umumnya disertai nama rasional. Farmakope Indonesia juga telah menyesuaikan nama-nama resmi dengan nama generiknya karena nama kimia yang semula digunakan sering kali terlalu panjang dan tidak praktis.
n  semua suplemennya
n  Bahan dan Artikel Resmi
            Bahan resmi adalah bahan aktif obat, bahan farmasi, atau komponen alat kesehatan jadi yang judul monografinya tidak mencakup indikasi sifat-sifat bentuk jadi tersebut.
                        Sediaan resmi adalah sediaan obat jadi atau alat kesehatan jadi, sediaan jadi atau setengah jadi (misalnya, padatan steril yang harus dibuat menjadi larutan jika hendak digunakan), atau produk dari satu atau lebih bahan resmi atau produk yang diformulasikan untuk digunakan pada atau untuk pasien. Artikel adalah bahan resmi dan sediaan resmi.
           
volume dari C2H5OH pada suhu 15,56°. Jika digunakan C2H5OH, yang dimaksud adalah zat kimia dengan kemurnian mutlak (100%).
n  Air
            Kecuali dinyatakan lain, yang dimaksud dengan air dalam pengujian dan penetapan kadar adalah air yang dimurnikan. Air yang digunakan sebagai bahan pembawa sediaan resmi harus memenuhi persyaratan untuk air, air untuk injeksi, atau salah satu bentuk steril air yang tercantum dalam monografi FI ini.
                        Air yang dapat diminum dan memenuhi persyaratan air minum yang diatur oleh pemerintah dapat digunakan untuk memproduksi sediaan resmi.
n  Bahan tambahan
            Semua peryataan persentase etanol ̶ seperti di bawah subjudul kadar etanol ̶ diartikan persentase volume per Ketentuan Umum FI ed. IV
n  Judul
            FI tanpa keterangan lain yang dimaksud adalah FI IV dan Tata Nama
Judul monografi memuat nama Latin dan nama Indonesia sFarmakope Indonesia jilid I dan II direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang berlaku sejak 12 November 1972.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
n  Sebagai pelengkap Farmakope Indonesia, telah diterbitkan pula sebuah buku persyaratan mutu resmi yang mencakup zat, b ahan obat, dan sediaan farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, tetapi tidak dimuat di Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope Indonesia 1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku persyaratan mutu obat resmi di samping Farmakope Indonesia.
n  i samping kedua jenis buku tersebut, pada tahun 1996 telah diterbitkan pula buku Formularium Indonesia yang memuat komposisi ratusan sediaan farmasi yang lazim diminta di apotek. Buku ini juga mengalami revisi dan pada tahun 1978 diberi nama Formularium Nasional (Fornas).
n  Setiap negara pada umumnya memiliki Farmakope yang sesuai dengan alam atau iklim dan IPTEK masing-masing negara tersebut. World Health Organization (WHO) juga telah menerbitkan dua jilid buku Farmakope Internasional (1965). Begitu juga masyarakat Eropa dan Ekonomi Eropa (EEC) telah mengeluarkan tiga jilid Farmakope Eropa yang berlaku untuk negara-negara Eropa Barat di samping Farmakope Nasional masing-masing negara.
n  ecara berurutan, seperti yang terlihat pada Tabel 5.1. Monografi disertai nama lazim untuk zat yang telah dikenal nama lazimnya, sedangkan zat kimia organik yang rumus bangunnya dicantumkan umumnya disertai nama rasional. Farmakope Indonesia juga telah menyesuaikan nama-nama resmi dengan nama generiknya karena nama kimia yang semula digunakan sering kali terlalu panjang dan tidak praktis.
n  semua suplemennya
n  Bahan dan Artikel Resmi
            Bahan resmi adalah bahan aktif obat, bahan farmasi, atau komponen alat kesehatan jadi yang judul monografinya tidak mencakup indikasi sifat-sifat bentuk jadi tersebut.
                        Sediaan resmi adalah sediaan obat jadi atau alat kesehatan jadi, sediaan jadi atau setengah jadi (misalnya, padatan steril yang harus dibuat menjadi larutan jika hendak digunakan), atau produk dari satu atau lebih bahan resmi atau produk yang diformulasikan untuk digunakan pada atau untuk pasien. Artikel adalah bahan resmi dan sediaan resmi.
           
volume dari C2H5OH pada suhu 15,56°. Jika digunakan C2H5OH, yang dimaksud adalah zat kimia dengan kemurnian mutlak (100%).
n  Air
            Kecuali dinyatakan lain, yang dimaksud dengan air dalam pengujian dan penetapan kadar adalah air yang dimurnikan. Air yang digunakan sebagai bahan pembawa sediaan resmi harus memenuhi persyaratan untuk air, air untuk injeksi, atau salah satu bentuk steril air yang tercantum dalam monografi FI ini.
                        Air yang dapat diminum dan memenuhi persyaratan air minum yang diatur oleh pemerintah dapat digunakan untuk memproduksi sediaan resmi.
Kecuali dinyatakan lain, bahan tambahan adalah bahan-bahan yang diperlukan seperti bahan dasar, penyalut, pewarna, penyedap, pengawet, pemantap, dan pembawa yang dapat ditambahkan ke dalam sediaan resmi untuk meningkatkan stabilitas, manfaat, atau penampilan , dan untuk mempermudah pembuatan.
Semua peryataan persentase etanol ̶ seperti di bawah subjudul kadar etanol ̶ diartikan persentase volume per Ketentuan Umum FI ed. IV
n  Judul
            FI tanpa keterangan lain yang dimaksud adalah FI IV dan Tata Nama
Judul monografi memuat nama Latin dan nama Indonesia sFarmakope Indonesia jilid I dan II direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang berlaku sejak 12 November 1972.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
n  Sebagai pelengkap Farmakope Indonesia, telah diterbitkan pula sebuah buku persyaratan mutu resmi yang mencakup zat, b ahan obat, dan sediaan farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, tetapi tidak dimuat di Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope Indonesia 1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku persyaratan mutu obat resmi di samping Farmakope Indonesia.
n  i samping kedua jenis buku tersebut, pada tahun 1996 telah diterbitkan pula buku Formularium Indonesia yang memuat komposisi ratusan sediaan farmasi yang lazim diminta di apotek. Buku ini juga mengalami revisi dan pada tahun 1978 diberi nama Formularium Nasional (Fornas).
n  Setiap negara pada umumnya memiliki Farmakope yang sesuai dengan alam atau iklim dan IPTEK masing-masing negara tersebut. World Health Organization (WHO) juga telah menerbitkan dua jilid buku Farmakope Internasional (1965). Begitu juga masyarakat Eropa dan Ekonomi Eropa (EEC) telah mengeluarkan tiga jilid Farmakope Eropa yang berlaku untuk negara-negara Eropa Barat di samping Farmakope Nasional masing-masing negara.
n  ecara berurutan, seperti yang terlihat pada Tabel 5.1. Monografi disertai nama lazim untuk zat yang telah dikenal nama lazimnya, sedangkan zat kimia organik yang rumus bangunnya dicantumkan umumnya disertai nama rasional. Farmakope Indonesia juga telah menyesuaikan nama-nama resmi dengan nama generiknya karena nama kimia yang semula digunakan sering kali terlalu panjang dan tidak praktis.
n  semua suplemennya
n  Bahan dan Artikel Resmi
            Bahan resmi adalah bahan aktif obat, bahan farmasi, atau komponen alat kesehatan jadi yang judul monografinya tidak mencakup indikasi sifat-sifat bentuk jadi tersebut.
                        Sediaan resmi adalah sediaan obat jadi atau alat kesehatan jadi, sediaan jadi atau setengah jadi (misalnya, padatan steril yang harus dibuat menjadi larutan jika hendak digunakan), atau produk dari satu atau lebih bahan resmi atau produk yang diformulasikan untuk digunakan pada atau untuk pasien. Artikel adalah bahan resmi dan sediaan resmi.
           
volume dari C2H5OH pada suhu 15,56°. Jika digunakan C2H5OH, yang dimaksud adalah zat kimia dengan kemurnian mutlak (100%).
n  Air
            Kecuali dinyatakan lain, yang dimaksud dengan air dalam pengujian dan penetapan kadar adalah air yang dimurnikan. Air yang digunakan sebagai bahan pembawa sediaan resmi harus memenuhi persyaratan untuk air, air untuk injeksi, atau salah satu bentuk steril air yang tercantum dalam monografi FI ini.
                        Air yang dapat diminum dan memenuhi persyaratan air minum yang diatur oleh pemerintah dapat digunakan untuk memproduksi sediaan resmi.
Kecuali dinyatakan lain, bahan tambahan adalah bahan-bahan yang diperlukan seperti bahan dasar, penyalut, pewarna, penyedap, pengawet, pemantap, dan pembawa yang dapat ditambahkan ke dalam sediaan resmi untuk meningkatkan stabilitas, manfaat, atau penampilan , dan untuk mempermudah pembuatan.
n  Zat-zat tambahan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
  1. Bahan tersebut tidak membahayakan dalam jumlah yang digunakan.
  2. Tidak melebihi jumlah minimum yang diperlukan untuk memberikan efek yang diharapkan.
  3. Tidak mengurangi ketersediaan hayati, efek terapi, atau keamanan sediaan resmi.
  4. Tidak mengganggu dalam pengujian dan penetapan kadar.
Tangas Uap dan Tangas Air
Semua peryataan persentase etanol ̶ seperti di bawah subjudul kadar etanol ̶ diartikan persentase volume per Ketentuan Umum FI ed. IV
n  Judul
            FI tanpa keterangan lain yang dimaksud adalah FI IV dan Tata Nama
Judul monografi memuat nama Latin dan nama Indonesia sFarmakope Indonesia jilid I dan II direvisi menjadi Farmakope Indonesia edisi II yang berlaku sejak 12 November 1972.
Pada tahun 1979, Farmakope Indonesia Edisi III baru dapat diterbitkan yang kemudian diberlakukan mulai 12 November 1979. Terakhir, diluncurkan Farmakope Indonesia edisi IV pada tahun 1995.
n  Sebagai pelengkap Farmakope Indonesia, telah diterbitkan pula sebuah buku persyaratan mutu resmi yang mencakup zat, b ahan obat, dan sediaan farmasi yang banyak digunakan di Indonesia, tetapi tidak dimuat di Farmakope Indonesia. Buku ini diberi nama Ekstra Farmakope Indonesia 1974 dan telah diberlakukan sejak 1 Agustus 1974 sebagai buku persyaratan mutu obat resmi di samping Farmakope Indonesia.
n  i samping kedua jenis buku tersebut, pada tahun 1996 telah diterbitkan pula buku Formularium Indonesia yang memuat komposisi ratusan sediaan farmasi yang lazim diminta di apotek. Buku ini juga mengalami revisi dan pada tahun 1978 diberi nama Formularium Nasional (Fornas).
n  Setiap negara pada umumnya memiliki Farmakope yang sesuai dengan alam atau iklim dan IPTEK masing-masing negara tersebut. World Health Organization (WHO) juga telah menerbitkan dua jilid buku Farmakope Internasional (1965). Begitu juga masyarakat Eropa dan Ekonomi Eropa (EEC) telah mengeluarkan tiga jilid Farmakope Eropa yang berlaku untuk negara-negara Eropa Barat di samping Farmakope Nasional masing-masing negara.
n  ecara berurutan, seperti yang terlihat pada Tabel 5.1. Monografi disertai nama lazim untuk zat yang telah dikenal nama lazimnya, sedangkan zat kimia organik yang rumus bangunnya dicantumkan umumnya disertai nama rasional. Farmakope Indonesia juga telah menyesuaikan nama-nama resmi dengan nama generiknya karena nama kimia yang semula digunakan sering kali terlalu panjang dan tidak praktis.
n  semua suplemennya
n  Bahan dan Artikel Resmi
            Bahan resmi adalah bahan aktif obat, bahan farmasi, atau komponen alat kesehatan jadi yang judul monografinya tidak mencakup indikasi sifat-sifat bentuk jadi tersebut.
                        Sediaan resmi adalah sediaan obat jadi atau alat kesehatan jadi, sediaan jadi atau setengah jadi (misalnya, padatan steril yang harus dibuat menjadi larutan jika hendak digunakan), atau produk dari satu atau lebih bahan resmi atau produk yang diformulasikan untuk digunakan pada atau untuk pasien. Artikel adalah bahan resmi dan sediaan resmi.
           
volume dari C2H5OH pada suhu 15,56°. Jika digunakan C2H5OH, yang dimaksud adalah zat kimia dengan kemurnian mutlak (100%).
n  Air
            Kecuali dinyatakan lain, yang dimaksud dengan air dalam pengujian dan penetapan kadar adalah air yang dimurnikan. Air yang digunakan sebagai bahan pembawa sediaan resmi harus memenuhi persyaratan untuk air, air untuk injeksi, atau salah satu bentuk steril air yang tercantum dalam monografi FI ini.
                        Air yang dapat diminum dan memenuhi persyaratan air minum yang diatur oleh pemerintah dapat digunakan untuk memproduksi sediaan resmi.
Kecuali dinyatakan lain, bahan tambahan adalah bahan-bahan yang diperlukan seperti bahan dasar, penyalut, pewarna, penyedap, pengawet, pemantap, dan pembawa yang dapat ditambahkan ke dalam sediaan resmi untuk meningkatkan stabilitas, manfaat, atau penampilan , dan untuk mempermudah pembuatan.
n  Zat-zat tambahan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
  1. Bahan tersebut tidak membahayakan dalam jumlah yang digunakan.
  2. Tidak melebihi jumlah minimum yang diperlukan untuk memberikan efek yang diharapkan.
  3. Tidak mengurangi ketersediaan hayati, efek terapi, atau keamanan sediaan resmi.
  4. Tidak mengganggu dalam pengujian dan penetapan kadar.
n  Tangas uap adalah tangas dengan upa panas mengalir, sedangkan tangas air adalah tangas air yang mendidih kuat jika tanpa menyebutkan suhu tertentu.
n  Pernyataan “Lebih Kurang “
   Pernyataan ini menunjukkan penggunaan wadah yang dapat tertutup rapat dengan ukuran yang sesuai dan bentuk sedemikian rupa sehingga dapat mempertahankan kelembaban rendah dengan pertolongan silika gel atau pengering lain yang sesuai.
n  Desikator vakum adalah desikator yang dapat mempertahankan kelembaban rendah pada tekanan tidak lebih dari 20 mmHg atau pada tekanan lain yang ditetapkan dalam monografi.
n  Penyaringan
   Jika dinyatakan saring tanpa penjelasan lebih lanjut, dimaksudkan cairan disaring menggunakan kertas saring yang sesuai sampai dihasilkan filtrat yang
n  Maksudnya adalah pemijaran yang harus dilanjutkan pada suhu 800 derajat plus minus 25 derajat, sehingga hasil dua penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,50 mg tiap gram zat yang digunakan; penimbangan kedua dilakukan setelah dipijarkan lagi selama 15 menit.
n  Indikator
            Kecuali dinyatakan lain, jumlah indikator yang digunakan dalam pengujian kurang lebih 0,2 mL atau 3 tetes.
n  Bobot yang Dapat Diabaikan
            Maksudnya adalah bobot yang tidak melebihi 0,50 mg.
n  Pernyataan Tidak Berbau
            Pernyataan tidak berbau ,praktis tidak berbau, berbau khas lemah ditetapkan dengan pengamatan setelah bahan terkena udara selama 15 menit, dihitung setelah wadah yang berisi tidak lebh dari 25 g bahan dibuka.
n  Bobot Jenis
            Kecuali dinyatakan lain, bobot jenis adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25° terhadap bobot air dengan volume yang sama pada suhu 25°.
n  Suhu
            Kecuali dinyatakan lain, semua suhu di dalam FI dinyatakan dalam derajat Celcius dan semua pengukuran dlakukan pada suhu 25°.
  1. Suhu kamar terkendali adalah suhu antara 15° dan 30°.
  2. Suhu penyimpanan dingin adalah suhu tidak lebih dari 8°.
  3. Lemari pendingin mempunyai suhu antara 2° dan 8°.
  4. Lemari pembeku mempunyai suhu antara -20° dan -10°.
  5. Sejuk adalah suhu antara 8° dan 15°; kecuali dinyatakan lain, bahan yang harus disimpan pada suhu sejuk dapat disimpan di dalam lemari pendingin.
  6. Suhu kamar adalah suhu pada ruang kerja.
  7. Hangat adalah suhu antara 30° dan 40°.
  8. Panas berlebih adalah suhu di atas 40°.
n  Batas Waktu
            Jika tidak dinyatakan lain, reaksi dibiarkan berlangsung selama 5 menit pada pelaksanaan pengujian dan penetapan kadar.
n  Hampa Udara
            Kecuali dinyatakan lain, hampa udara adalah kondisi dengan tekanan udara tidak lebih dari 20 mmHg.
  1. Wadah tertutup kedap harus dapat mencegahnya tembusnya udara atau gas selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan, dan pendistribusian.
  2. Wadah satuan tunggal digunakan untuk produk obat yang berfungsi sebagai dosis tunggal yang harus digunakan segera setelah dibuka. Tiap wadah satuan tunggal harus diberi etiket yang menyebutkan identitas, kadar atau kekuatan, nama produsen, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa.
  3. Wadah dosis tunggal adalah wadah satuan tunggal untuk bahan yang hanya digunakan secara parenteral.
  4. Wadah dosis satuan adalah wadah satuan tunggal untuk bahan yang digunakan bukan secara parenteral dalam dosis tunggal, tetapi langsung dari wadah.
  5. Wadah satuan ganda adalah wadah yang memungkinkan isinya dapat diambil beberapa kali tanpa mengakibatkan perubahan kekuatan, mutu, atau kemurnian sisa zat dalam wadah tersebut.
  6. Wadah dosis ganda adalah wadah satuan ganda untuk bahan yang digunakan hanya secara parenteral.
n  Simplisia
            Persyaratan simplisia nabati dan hewani, yaitu :
  1. Tidak boleh mengandung organisme patogen.
  2. Harus bebas dari cemaran mikroorganisme, serangga, dan binatang lain serta kotoran hewan.
  3. Tidak boleh ada penyimpangan bau dan warna.
  4. Tidak boleh mengandung lendir atau menunjukkan adanya kerusakan.
  5. Kadar abu yang tidak larut dalam asam tidak boleh lebih dari 2%, kecuali dinyatakan lain.
  6. Kadar Larutan
            1. Larutan volumetri
                (a) Molalitas (m) adalah jumlah gram molekul zat yang dilarutkan dalam 1 kg pelarut.
                (b) Molaritas (M) adalah jumlah gram molekul zat yang dilarutkan dalam pelarut hingga volume 1 liter.
                (c) Normalitas adalah jumlah bobot ekuivalen zat yang dilarutkan dalam pelarut hingga volume 1 liter.
Persen
            (a) b/b menyatakan jumlah gram zat dalam
            100 gram larutan atau campuran.
            (b) b/v menyatakan jumlah gram zat dalam 100         ml larutan (air atau lainnya).
            (c) v/v menyatakan jumlah ml zat dalam 100  ml        larutan.
     (d) v/b menyatakan jumlah mL zat dalam 100 gram larutan.
3. Pernyataan persen tanpa penjelasan lebih       lanjut untuk
            (a) campuran padat atau setengah padat, yang dimaksud adalah persen b/b;
            (b) larutan dan suspensi suatu zat padat dalam  cairan, yang dimaksud adalah persen b/v;
            (c) larutan cairan di dalam cairan, yang dimaksud adalah persen v/v;
            (d) larutan gas dalam cairan, yang dimaksud adalah persen b/v.
PENGERTIAN OBAT DAN SEDIAAN
n  Pengertian Obat Secara Umum
            Obat adalah semua bahan tunggal atau campuran yang dipergunakan oleh semua makhluk untuk bagian dalam dan luar tubuh guna mencegah, meringankan, dan menyembuhkan penyakit.
                        Menurut undang-undang, yang dimaksud obat adalah suatu bahan atau campuran bahan untuk dipergunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan termasuk untuk memperelok tubuh atau bagian tubuh manusia.
           
n  Penggolongan Obat
            Obat dapat digolongkan berdasarkan beberapa kriteria, yaitu kegunaan obat, cara penggunaan obat, cara kerja obat, undang-undang, sumber obat, bentuk sediaan obat, serta proses fisiologis dan biokimia dalam tubuh.
         Menurut Kegunaan Obat
            Penggolongan obat berdasarkan gunanya dalam tubuh, yaitu :
            1. untuk menyembuhkan (terapeutic);
            2. untuk mencegah (prophylactic);
            3. untuk diagnosis (diagnostic).
         Menurut Cara Pengunaan Obat
            Menurut cara penggunaannya, obat digolongkan atas
            1. Medicamentum ad usum internum (pemakaian dalam) melalui oral ̶ diberi etiket putih.
            2. Medicamentum ad usum externum (pemakaian luar) melalui implantasi, injeksi, membran mukosa, rektal, vaginal, nasal, opthalmic, aurical, collutio / gargarisma / gargle ̶ diberi etiket biru.
         Menurut Cara Kerja Obat
            Penggolongan obat berdasarkan cara kerjanya dalam tubuh, yaitu
            1. Lokal: obat yang bekerja pada jaringan setempat, seperti pemakaian tropikal.
            2. Sistemik: obat yang didistribusikan ke seluruh tubuh, seperti tablet analgetik.
         Menurut Undang-Undang
            Penggolongan obat menurut undang-undang, yaitu
            1. Narkotik (obat bius atau daftar O = opium) merupakan obat yang diperlukan dalam bidang pengobatan dan IPTEK serta dapat menimbulkan ketergantungan dan ketagihan (adiksi) yang sangat merugikan masyarakat dan individu apabila digunakan tanpa pembatasan dan pengawasan dokter; misalnya candu/opium, morfin, petidin, metadon, dan kodein.
            2. Psikotropika (obat berbahaya) merupakan obat yang memengaruhi proses mental, merangsang atau menenangkan, mengubah pikiran/perasaan/kelakuan seseorang;misalnya golongan ekstasi, diazepam, dan barbital/luminal.
            3. Obat keras (daftar G = geverlijk = berbahaya) adalah semua obat yang
            (a) memiliki takaran/dosis maksimum (DM) atau yang tercantum dalam daftar obat keras yang ditetapkan pemerintah;
            (b) diberi tanda khusus lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi hitam dan huruf “K” yang menyentuh garis tepinya;
           
(c) semua obat baru, kecuali dinyatakan oleh pemerintah (Depkes RI) tidak membahayakan;
            (d) semua sediaan parenteral/injeksi/infus intravena.
            4. Obat bebas terbatas (daftar W = waarschuwing = peringatan) adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter dalam bungkus aslinya dari produsen atau pabrik obat itu, kemudian diberi tanda lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam serta diberi tanda peringatan (P No.1 s/d P No.6; misalnya P No.1: Awas obat keras, bacalah aturan pakai!).
            5. Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli secara bebas dan tidak membahayakan si pemakai dalam batas dosis yang dianjurkan; diberi tanda lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi hitam. 
         Menurut Sumber Obat
            Obat yang saat ini digunakan dapat bersumber dari
            1. Tumbuhan (flora atau nabati);contohnya, digitalis, kina dan minyak jarak.
            2. Hewan (fauna atau hayati);contohnya, minyak ikan, adeps lannae, dan cera.
            3. Mineral (pertambangan);contohnya, iodkali, garam dapur, parafin, vaselin, sulfur.
            4. Sintetis (tiruan/buatan);contohnya, kamper sintesis dan vitamin C.
            5. Mikroba dan fungi/jamur;contohnya, antibiotik penisilin.
Dosis yang dimuat dalam Farmakope Indonesia dan farmakope negara-negara lain hanya dimaksudkan sebagai pedoman saja. Begitu juga dosis maksimum, yang bila dilampaui dapat mengakibatkan efek toksis, bukan merupakan batas yang mutlak ditaati. Dosis maksimum dari banyak obat dimuat di semua farmakope, tetapi kebiasaan ini sudah mulai ditinggalkan karena kurang adanya kepastian mengenai ketepatannya. Hal ini berhubungan dengan variasi biologi dan faktor-faktor tersebut. Variasi biologi yang dimaksud ialah adanya perbedaan respon di antara individu dalam suatu populasi yang diberi obat dalam dosis yang sama. Variasi biologi ini disebut juga Varian. Sebagai ganti dosis maksimum, kini digunakan dosis lazim, yaitu dosis rata-rata yang biasanya memberikan efek yang diharapkan.
n  Ketentuan Umum FI ed. III tentang Dosis
            1. Dosis maksimum (DM)
            Dosis ini berlaku untuk pemakaian satu kali dan satu hari. Penyerahan obat yang dosisnya melebihi dosis maksimum dapat dilakukan dengan cara membubuhkan tanda seru dan paraf dokter penulis resep; memberi garis bawah nama obat tersebut; dan menuliskan banyak obat dengan huruf secara lengkap.
2. Dosis lazim
            Dosis ini merupakan petunjuk yang tidak mengikat, tetapi digunakan sebagai pedoman umum. Misalnya, obat CTM (4 mg/tablet) disebutkan dosis lazimnya 6-16 mg/hari dan dosis maksimumnya 40 mg/hari; bila seseorang minum 3 x sehari 1 tablet sudah dapat mencapai efek terapi yang normal. 
n  Macam-Macam Dosis
            Selain dosis lazim, juga dikenal macam-macam istilah dosis yang lain, yaitu
            1. Dosis terapi, takaran obat yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat menyembuhkan penderita.
            2. Dosis minimum, takaran obat terkecil yang diberikan yang masih dapat menyembuhkan dan tidak menimbulkan resistensi pada penderita.
         Dosis Maksimum
            Daftar dosis maksimum menurut FI ed. III digunakan untuk orang dewasa yang berumur 20-60 tahun dengan bobot badan 58-60 kg. Ada beberapa ketentuan untuk dosis maksimum, yaitu
            1. Untuk orang lanjut usia yang keadaan fisiknya sudah mulai menurun, dosis yang diberikan harus lebih kecil daripada dosis maksimum, seperti aturan di bawah ini.
            (a) 60-70 tahun 4/5 dosis dewasa
            (b) 70-80 tahun ¾ dosis dewasa
            (c) 80-90 tahun 2/3 dosis dewasa
            (d) 90 tahun ke atas ½ dosis dewasa
3. Pemberian obat untuk anak-anak di bawah 20 tahun membutuhkan perhitugan khusus karena respons tubuh anak atau bayi tehadap obat tidak dapat disamakan dengan orang dewasa.
            4. Ada tiga macam bahan obat luar yang memiliki dosis maksimum, yaitu naftol, guaiakol, dan kreosot untuk kulit; sublimat untuk mata; serta iodoform untuk obat kompres.
         Dosis Toksik
            Untuk mendapatkan ukuran dosis toksik yang dapat menimbulkan keracunan, perlu dilakukan pengukuran persentase efek keracunan pada penderita atau hewan percobaan. Dalam hal ini, yang diukur adalah gejala keracunan pada penderita atau hewan percobaan setelah diberi obat selama waktu tertentu. Dosis yang dapat menyebabkan keracunan pada 50% hewan percobaan disebut TD50. Dosis yang dapat menyebabkan keracunan pada 10% hewan percobaan disebut TD10 dan mungkin saja ada TD1, TD20, TD99, TD100.
         Dosis Letalis
            Dosis letalis adalah dosis yang menimbulkan efek kematian pada hewan percobaan. Dosis yang menyebabkan kematian pada 50% hewan percobaan disebut LD50. Dosis yang dapat menyebabkan kematian pada 10% hewan percobaan disebut LD10 dan mungkin saja ada LD1, LD20, LD99, LD100.
         Dosis Letalis
            Dosis letalis adalah dosis yang menimbulkan efek kematian pada hewan percobaan. Dosis yang menyebabkan kematian pada 50% hewan percobaan disebut LD50. Dosis yang dapat menyebabkan kematian pada 10% hewan percobaan disebut LD10 dan mungkin saja ada LD1, LD20, LD99, LD100.
n  Perhitungan Dosis
            Pemilihan dan penetapan dosis memang tidak mudah karena harus memerhatikan beberapa faktor, yaitu
1. faktor penderita; meliputi umur, bobot badan, jenis kelamin, luas permukaan tubuh, toleransi, habituasi, adiksi dan sensitivitas, serta kondisi penderita;
2. faktor obat; meliputi sifat kimia dan fisika obat, sifat farmakokinetik (ADME), dan jenis obat;
            3. faktor penyakit; meliputi sifat dan jenis penyakit serta kasus penyakit.
oleh karena aturan pokok perhitungan dosis untuk anak tidak ada, para pakar mencoba untuk membuat perhitungan berdasarkan umur, bobot badan, dan luas permukaan tubuh (body surface area). Berikut adalah beberapa rumus perhitungan dosis.
http://akbarnuraji.blogspot.com/2012/09/farmasetika-dasar.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar